Posted by : ivan's blogg
Sunday, September 29, 2013
Tambah
Umur
Abu
Al-Jauzaa' :
Al-Imaam
Al-Bukhaariy rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي يَعْقُوبَ الْكِرْمَانِيُّ، حَدَّثَنَا حَسَّانُ، حَدَّثَنَا
يُونُسُ، قَالَ مُحَمَّدٌ هُوَ الزُّهْرِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: " مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، أَوْ يُنْسَأَ
لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ "
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Ya’quub Al-Kirmaaniy[1] : Telah
menceritakan kepada kami Hassaan[2] : Telah menceritakan kepada kami Yuunus[3]
: Telah berkata Muhammad – ia adalah Az-Zuhriy[4] - , dari Anas bin Maalik radliyallaahu
‘anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda
: “Barangsiapa yang suka
diluaskan rizkinya dan ditangguhkan kematiannya, hendaklah ia menyambung
silaturahim” [Shahiih
Al-Bukhaariy no.
2067].
Sanad
ini hasan, namun shahih dengan keseluruhan jalannya.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Hibbaan 2/181-182 no. 439 dengan sanad hasan, dengan lafadh :
مَنْ
أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَجَلِهِ،
فَلْيَتَّقِ اللَّهَ، وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang suka diluaskan
rizkinya dan ditangguhkan ajalnya, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan
menyambung silaturahim”.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِهْزَمٍ،
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ، عَنْ عَائِشَةَ،
أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهَا: " إِنَّهُ
مَنْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنَ الرِّفْقِ، فَقَدْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ خَيْرِ
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ
الْجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ، وَيَزِيدَانِ فِي الْأَعْمَارِ "
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad bin ‘Abdil-Waarits[5] : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Mihzam[6], dari ‘Abdurrahmaan bin
Al-Qaasim[7] : Telah menceritakan kepada kami Al-Qaasim[8], dari ‘Aaisyah :
Bahwasannya Nabishallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah
bersabda kepadanya : “Barangsiapa
yang diberikan bagian dari kelemah-lembutan, sungguh ia telah diberikan bagian
kebaikan dari dunia dan akhirat. Menyambung silaturahim, akhlaq yang baik, dan
bertetangga yang baik akan memakmurkan negeri-negeri dan menambah umur-umur”
[Diriwayatkan oleh Ahmad, 6/159].
Sanadnya
shahih.
Sebagian
orang mendapatkan kesulitan memahami hadits di atas dengan keberadaan dalil
yang menafikkan pertambahan umur manusia sebagaimana dibawakan di bawah :
Allah ta’ala berfirman :
وَمَا
يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي كِتَابٍ
“Dan
sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula
dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfudh)” [QS. Faathir : 11].
Ibnu
Katsiir rahimahullah berkata :
وقوله:
{ وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي كِتَابٍ }
أي: ما يعطى بعض النطف من العمر الطويل يعلمه، وهو عنده في الكتاب الأول، { وَلا
يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ } الضمير عائد على الجنس، لا على العين؛ لأن العين الطويل
للعمر في الكتاب وفي علم الله لا ينقص من عمره، وإنما عاد الضمير على الجنس.
قال
ابن جرير: وهذا كقولهم: "عندي ثوب ونصفه" أي: ونصف آخر.
“Dan
firman-Nya : ‘Dan
sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula
dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfudh)’;
yaitu : apa yang telah diberikan kepada sebagian nuthfah berupa umur panjang,
Allah mengetahuinya dan hal itu di sisi-Nya terdapat dalam catatan yang
pertama. Tentang firman-Nya : ‘dan
tidak pula dikurangi umurnya’; kata ganti/dlamiir dalam ayat tersebut kembali kepada
jenisnya (yaitu umur secara umum), bukan kembali pada umur orang tertentu. Hal
itu dikarenakan panjangnya umur dalam Kitaab dan dalam ilmu Allah tidaklah
berkurang dari umurnya. Kata ganti itu hanyalah kembali pada jenisnya. Ibnu
Jariir berkata : ‘Ini seperti perkataan mereka : Aku punya baju dan
setengahnya. Yaitu, setengah bau yang lain” [Tafsiir
Ibni Katsiir, 6/538].
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ رُسْتُمَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ،
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ " فِي قَوْلِهِ عَزَّ
وَجَلَّ: وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي
كِتَابٍ ، قَالَ: فِي أَوَّلِ الصَّحِيفَةِ مَكْتُوبٌ عُمْرُهُ، ثُمَّ يُكْتَبُ
بَعْدَ ذَلِكَ ذَهَبَ يَوْمٌ، ذَهَبَ يَوْمَانِ حَتَّى يَأْتِيَ عَلَى أَجَلِهِ
"
Telah
menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Rustum[9] : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin ‘Umar[10] : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad[11] :
Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah[12], dari ‘Athaa’ bin
As-Saaib[13], dari Sa’iid bin Jubair[14] radliyallaahu ‘anhu tentang firman-Nya ‘azza
wa jalla : ‘Dan sekali-kali tidak dipanjangkan
umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan
(sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfudh)’; ia berkata : “Dalam
lembaran awal tertulis (panjang) umurnya. Kemudian ditulis setelah itu hilang
sehari, hilang dua hari, hingga datang kematiannya” [Diriwayatkan oleh
Abusy-Syaikh dalam Al-‘Adhamah 3/918-919 no. 452].
Sanadnya
shahih. Hammaad bin Salamah mendengar riwayat ‘Athaa’ sebelum berubah
hapalannya [Al-Mukhtalithiin hal. 82-84 no. 73 – beserta
catatan kaki muhaqqiq-nya]. Muslim
berhujjah dengan riwayat ‘Abdush-Shamad dari Hammaad dalam Shahiih-nya.
Allah ta’ala juga berfirman :
وَمَا
كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا
“Sesuatu
yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya” [QS.
Aali ‘Imraan : 145].
Ibnu
Katsiir rahimahullah berkata :
وقوله:
{ وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا }
أي: لا يموت أحد إلا بقدر الله، وحتى يستوفي المدةَ التي ضربها الله له؛ ولهذا
قال: {كِتَابًا مُؤَجَّلا } كقوله { وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ
مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي كِتَابٍ } [فاطر:11] وكقوله { هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ
مِنْ طِينٍ ثُمَّ قَضَى أَجَلا وَأَجَلٌ مُسَمًّى عِنْدَهُ } [الأنعام:2].
وهذه
الآية فيها تشجيع للجُبَناء وترغيب لهم في القتال، فإن الإقدام والإحجام لا
يَنْقُص من العمر ولا يزيد فيه كما قال ابن أبي حاتم:
حدثنا
العباس بن يزيد العبدي قال: سمعت أبا معاوية، عن الأعمش، عن حبيب بن صُهبان، قال:
قال رجل من المسلمين -وهو حُجْرُ بن عَدِيّ-: ما يمنعكم أن تعبُروا إلى هؤلاء
العدو، هذه النطفة؟ -يعني دِجْلَة-{ وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا
بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا } ثم أقحم فرسه دجلة فلما أقحم أقحم الناس
فلما رآهم العدوّ قالوا: ديوان، فهربوا
“Dan
firman-Nya : ‘Sesuatu yang
bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah’; yaitu :
seseorang tidak akan mati kecuali dengan ketentuan/takdir Allah, dan hingga ia
memenuhi waktu yang telah Allah tentukan baginya. Oleh karena itu Allah
berfirman : ‘sebagai
ketetapan yang telah ditentukan waktunya’, seperti firman-Nya : ‘Dan sekali-kali tidak dipanjangkan
umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan
(sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfudh)’ (QS. Faathir : 11).
Dan juga seperti firman-Nya : ‘Dialah Yang menciptakan kamu dari
tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal
yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah
mengetahuinya)’ (QS.
Al-An’aam : 2).
Ayat
ini terdapat dorongan semangat (keberanian) bagi para penakut dan pemberian
motivasi bagi mereka untuk berperang, karena maju atau mundurnya dari berperang
tidaklah mengurangi atau menambah umur, sebagaimana dikatakan Ibnu Abi Haatim :
Telah menceritakan kepada kami Al-‘Abbaas bin Yaziid Al-‘Abdiy[15], ia berkata
: Aku mendengar Abu Mu’aawiyyah[16], dari Al-A’masy[17], dari Habiib bin
Shuhbaan[18], ia berkata : Ada seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin –
ia adalah Hujr bin ‘Adiy - : “Apa yang menghalangimu menyeberangi sungai Tigris
ini menuju musuh-musuh itu ?. ‘Sesuatu
yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya”. Setelah itu, ia memacu kudanya
menyeberangi sungai Tigris, dan kemudian orang-orang pun mengikutinya. Ketika
mereka melihat musuh, mereka berkata : “Diiwaan (lembar catatan)”. Mereka (musuh) pun
lari ke belakang[19] [Tafsir
Ibni Katsiir, 2/129-130].
Allah ta’ala berfirman :
وَعِنْدَهُ
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي
ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan
tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak
jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau
yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudh)”
[QS. Al-An’aam : 59].
قُلْ
لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ
فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah:
"Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan
oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah
orang-orang yang beriman harus bertawakal" [QS. At-Taubah : 51].
حَدَّثَنِي
أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَرْحٍ،
حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ الْخَوْلَانِيُّ، عَنْ أَبِي
عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ
الْعَاصِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: " كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ............"
Telah
menceritakan kepadaku Abuth-Thaahir Ahmad bin ‘Amru bin ‘Abdillah bin Sarh[20]
: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb[21] : Telah mengkhabarkan kepadaku
Abu Haani’ Al-Khaulaaniy[22], dari Abu ‘Abdirrahmaan Al-Hubuliy[23], dari
‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda
: “Allah telah menulis
seluruh takdir makhluk limapuluh ribu tahun sebelum menciptakan langit-langit dan
bumi.......” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2653].
Oleh
karena itu, sebagian ulama menafsirkan pertambahan (ziyaadah) umur dalam hadits di awal
adalah pertambahan keberkahannya, sehingga usianya penuh dengan amal-amal yang
besar.
Namun
sebagian ulama lain tetap menafsirkan pertambahan umur itu adalah pertambahan
hakiki, dengan penjelasan sebagai berikut :
Sesungguhnya
takdir itu ada dua macam. Pertama, taqdir mutlak, yaitu takdir yang tertulis
dalam Lauh Mahfudh. Takdir inilah yang dimaksud
dalam nash-nash di atas. Kedua, takdirmu’allaq atau muqayyad,
yaitu takdir yang tertulis dalam lembaran malaikat yang masih mungkin untuk
dihapuskan atau ditetapkan.
Syaikhul-Islaam rahimahullah berkata :
والأجل
أجلان: مطلق يعلمه الله، وأجل مقيد، وبهذا يتبين معنى قوله : من سره أن يبسط له في
رزقه، وينسأ له في أثره فليصل رحمه. فإن الله أمر الملك أن يكتب له أجلا، وقال: إن
وصل رحمه زدته كذا وكذا، والملك لا يعلم أيزداد أم لا، لكن الله يعلم ما يستقر
عليه الأمر، فإذا جاء الأجل لا يتقدم ولا يتأخر
“Ajal
itu ada dua macam, yaitu ajal mutlak yang hanya diketahui oleh Allah, dan ajalmuqayyad. Dengan
demikian menjadi jelas makna sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan
ditangguhkan kematiannya, hendaklah ia menyambung silaturahim’. Sesungguhnya
Allah memerintahkan malaikat untuk menuliskan baginya ajal[24], dan berfirman :
‘Apabila ia menyambung silaturahim akan bertambah sekian dan sekian’. Dan
malaikat sendiri tidak mengetahui apakah bertambah ataukah tidak. Akan
tetapi Allah mengetahui apa-apa yang telah Ia tetapkan pada orang tersebut.
Apabila datang ajal padanya, maka tidak dapat dimajukan ataupun dimundurkan” [Majmuu’ Al-Fataawaa,
8/517].
Di
kesempatan lain ketika menjelaskan tentang rizki, Syaikhul-Islaam rahimahullah berkata :
الرزق
نوعان: أحدهما: ما علمه الله أن يرزقه، فبهذا لا يتغير، والثاني: ما كتبه، وأعلم
به الملائكة فهذا يزيد وينقص بحسب الأسباب
“Rizki
ada dua macam. Pertama, rizki yang hanya diketahui oleh Allah, ini tidak
berubah. Kedua, rizki yang Allah tulis dan Ia beritahukan kepada malaikat.
Rizki jenis ini dapat bertambah dan dapat berkurang tergantung sebabnya” [Majmuu’ Al-Fataawaa,
8/540].
الأسباب
التي يحصل بها الرزق هي من جملة ما قدره الله وكتبه؛ فإن كان قد تقدم بأن يرزق
العبد بسعيه واكتسابه ألهمه السعي والاكتساب، وذلك الذي قدره له بالاكتساب لا يحصل
بدون الاكتساب، وما قدره له بغير اكتساب- كموت مورثه- يأتيه بغير اكتساب
“Sebab-sebab
yang menghasilkan rizki sendiri termasuk apa-apa yang telah Allah tentukan dan
tulis. Seandainya sejak semula Allah menentukan memberikan rizki kepada seorang
hamba dengan usaha dan kerja yang dilakukannya, maka Allah akan mengilhamkan
kepadanya untuk berusaha dan bekerja. Dan rizki itulah yang Allah tentukan
baginya melalui perantaraan usaha dan bekerja; dan ia tidak bisa mendapatkannya
tanpa melalui bekerja. Dan rizki yang telah Allah tentukan baginya tanpa
melalui bekerja – misalnya dengan kematian ahli warisnya - , maka rizki itu
datang kepadanya tanpa bekerja” [Majmuu’
Al-Fataawaa, 8/540-541].
Dengan
penjelasan Syaikhul-Islaam rahimahullah menjadi jelaslah perkaranya. Yaitu,
umur memang bisa bertambah dengan sebab-sebab yang dijelaskan oleh nash
(misalnya : menyambung silaturahim, doa, dan yang lainnya). Yaitu bertambah
dengan menghapus ketentuan/takdir yang ada dalam catatan malaikat. Namun
pertambahan berikut sebab yang dilakukan oleh hamba itu sendiri merupakan
bagian dari takdir mutlak yang telah Allah tulis dalam Lauh
Mahfudh limapuluh
ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.
Wallaahu
a’lam.
Semoga
yang singkat ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor. Di antaranya mengambil faedah
dari kitab Qathii’ur-rahim oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Ibraahim
Al-Hamd, yang dipublikasikan oleh islamhouse.com].
[1]
Muhammad bin Abi Ya’quub Ishaaq bin Manshuur, Abu
‘Abdillah Al-Kirmaaniy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 244 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 825 no. 5761].
[2]
Hassaaan bin Ibraahiim bin ‘Abdillah Al-Kirmaaniy, Abu
Hisyaam Al-‘Anaziy; seorang yang shaduuq, namun banyak
keliru. Termasuk thabaqah ke-8, lahir tahun 86 H, dan
wafat tahun 186 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, dan Abu Daawud [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 232 no. 1204].
[3]
Yuunus bin Yaziid bin Abin-Najjaad Al-Ailiy, Abu
Yaziid Al-Qurasyiy; seorang yangtsiqah,
kecuali dalam riwayat Az-Zuhriy terdapat sedikit wahm (keraguan).
Termasukthabaqah ke-7,
wafat tahun 159 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 1100 no. 7976].
[4]
Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin
Syihaab bin ‘Abdillah Al-Qurasyiy Az-Zuhriy, Abu Bakr Al-Madaniy; seorang
yang tsiqah, faqiih, hafiidh, lagi mutqin.
Termasuk thabaqah ke-4,
wafat tahun 125 H, atau dikatakan sebelumnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 896 no. 6336].
[5]
‘Abdush-Shamad bin ‘Abdil-Waarits bin Sa’iid
At-Tamiimiy Al-‘Anbariy At-Tanuuriy, Abu Sahl Al-Bashriy; seorang yang shaduuq,
dan tsabt dalam
hadits Syu’bah. Termasukthabaqah ke-9, dan wafat tahun 207 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 610 no. 4108].
[6]
Muhammad bin Mihzam, Abu ‘Amru Al-Bashriy Al-‘Abdiy;
seorang yang tsiqahsebagaimana
dikatakan Ibnu Ma’iin. Abu Daawud berkata : “”Tidak mengapa dengannya”.
Termasuk thabaqah ke-7 [Mishbaahul-Ariib,
3/236 no. 25850].
[7]
‘Abdurrahmaan bin Al-Qaasim bin Muhammad bin Abi Bakr
Ash-Shiddiiq Al-Qurasyiy At-Taimiy, Abu Muhammad Al-Madaniy Al-Faqiih; seorang
yang tsiqah lagi jaliil.
Termasukthabaqah ke-6, dan wafat tahun 126 H
atau setelahnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy,
dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 595 no. 4007].
[8]
Al-Qaasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiiq
Al-Qurasyiy At-Taimiy, Abu Muhammad/’Abdirrahmaan Al-Madaniy; seorang yang tsiqah.
Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 106 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 595 no. 4007].
[9]
‘Aliy bin Rustum Al-Mithyaar – atau Al-Mikyaar –
Ath-Thahraaniy, Abul-Hasan Al-Ashbahaaniy; seorang yang tsabat lagi mutaqin sebagaimana dikatakan Abusy-Syaikh.
Termasuk thabaqah ke-13 [Mishbaahul-Ariib,
2/377 no. 18460].
[10]
‘Abdullah bin ‘Umar bin Muhammad bin Abaan bin Shaalih bin
‘Umair Al-Qurasyiy Al-Umawiy Al-Ju’fiy, Abu ‘Abdirrahmaan Al-Kuufiy; seorang
yang shaduuq, padanya ada pahamtasyayyu’. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 239 H.
Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 529 no. 3517].
[11]
‘Abdush-Shamad bin ‘Abdil-Waarits bin Sa’iid At-Tamiimiy
Al-‘Anbariy At-Tanuuriy, Abu Sahl Al-Bashriy; seorang yang shaduuq,
dan tsabt dalam
hadits Syu’bah. Termasukthabaqah ke-9, dan wafat tahun 207 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 610 no. 4108].
[12]
Hammaad bin Salamah bin Diinaar Al-Bashriy, Abu Salamah bin
Abi Sakhrah maulaa Rabii’ah bin Maalik bin Handhalah bin Bani Tamiim; seorang
yang tsiqah,
lagi ‘aabid,
orang yang paling tsabt dalam
periwayatan hadits Tsaabit (Al-Bunaaniy). Berubah hapalannya di akhir usianya.
Termasuk thabaqah ke-8,
wafat tahun 167 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy secara muallaq, Muslim, Abu
Daawud, Ar-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 268-269 no.
1507].
[13]
‘Athaa’ bin As-Saaib bin Maalik/Zaid/Yaziid, Abu
Muhammad/Saaib/Zaid/Yaziid Ats-Tsaqafiy Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq,
namun mengalami ikhtilath (di akhir usianya). Termasuk thabaqah ke-5, dan wafat tahun 136 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 678 no. 4625].
[14]
Sa’iid bin Jubair bin Hisyaam Al-Asadiy Abu Muhammad
Al-Kuufiy; seorang yangtsiqah,
tsabat, lagi faqiih.
Termasuk thabaqah ke-3,
wafat tahun 95 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 374-375 no. 2291].
[15]
‘Abbaas bin Yaziid bin Abi Habiib Al-Bahraaniy, Abul-Fadhl
Al-Bashriy Al-‘Abdiy – mempunyai laqab : ‘Abbaasawaih; seorang yang shaduuq,
namun sering keliru (yukhthi’).
Termasuk thabaqah ke-10, dan dipakai oleh Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 489 no. 3211].
Berikut
perkataan para imam tentangnya :
Abu
Haatim berkata : “Shaduuq”.
Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat dan berkata : “Kadang keliru”. Abu
Sa’d As-Sam’aaniy berkata : “Tsiqah
ma’muun”. Abu Nu’aim berkata : “Termasuk dari kalangan huffaadh”.
Ibnu Abi Haatim berkata : “Tempatnya kejujuran di sisi kami”. Ad-Daaruquthniy
berkata : “Diperbincangkan”. Di lain tempat ia berkata : “Tsiqah ma’muun”.
Maslamah bin Al-Qaasim berkata : “Dla’iiful-hadiits”.
Melihat
perkataan para ulama di atas, maka hadits ‘Abbaas bin Yaziid tidaklah turun
dari kedudukan hasan. Oleh karena itu Adz-Dzahabiy berkata : “Shaduuq” [Al-Kaasyif, 1/537 no.
2614].
[16]
Muhammad bin Khaazim At-Tamiimiy As-Sa’diy, Abu Mu’aawiyyah
Adl-Dlariir Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah,
dan orang yang paling hapal dalam hadits Al-A’masy, namun sering mengalami
keraguan dalam hadits selainnya. Termasuk thabaqah ke-9, lahir tahun 113 H, dan
wafat tahun 194/195 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 840 no. 5878].
[17]
Sulaimaan bin Mihraan Al-Asadiy Al-Kaahiliy – terkenal
dengan nama Al-A’masy; seorang yang tsiqah, haafidh, lagi‘aalim terhadap qira’aat.
Termasuk thabaqah ke-5,
dan wafat tahun 147/148 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu
Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 414 no. 2630].
[18]
Habiib bin Shuhbaan Al-Asadiy Al-Kaahiliy, Abu Maalik
Al-Kuufiy; seorang yangtsiqah.
Termasuk thabaqah ke-2, dan dipakai Al-Bukhaariy
dalam Al-Adabul-Mufrad[Taqriibut-Tahdziib,
hal. 220 no. 1107].
[19]
Tafsiir Ibni Abi Haatim no. 4269 – dhahir sanadnya adalah
hasan, hanya saja Al-A’masy membawakan dengan ‘an’anah sedangkan ia seorang mudallis sehingga menurunkan kedudukan riwayat
ini.
[20]
Ahmad bin ‘Amru bin ‘Abdillah bin ‘Amru bin As-Sarh
Al-Qurasyiy Al-Umawiy, Abuth-Thaahir Al-Mishriy; seorang yang tsiqah.
Termasuk thabaqah ke-10,
dan wafat tahun 250 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 96 no. 85].
[21]
Telah lewat keterangan tentangnya.
[22]
Humaid bin Haani’, Abu Haani’ Al-Khaulaaniy Al-Mishriy; seorang
yang dikatakan Ibnu Hajar : ‘Tidak mengapa dengannya’. Termasuk thabaqah ke-5,
dan wafat tahun 142 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 276 no. 1571].
Bahkan
ia lebih dekat dengan penyifatan : tsiqah. Abul-Qaasim
bin Basykuwaal berkata : “Tsiqah”.
Ibnu Hibbaan dan Ibnu Syaahiin menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat.
Abu Zur’ah berkata : “Shaalih”.
An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Ibnu ‘Abdil-Barr berkata : “Ia
di sisi ulama, shaalihul-hadiits,
tidak mengapa dengannya”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Tidak mengapa dengannya, tsiqah”.
Oleh
karena itu Adz-Dzahabiy berkata : “Tsiqah”
[Al-Kaasyif,
1/355 no. 1260].
[23]
‘Abdullah bin Yaziid Al-Mu’aafiriy, Abu ‘Abdirrahmaan
Al-Hubuliy Al-Mishriy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3,
dan wafat tahun 100 H di Afrika. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 558 no. 3736].
[24]
Sebagaimana terdapat dalam riwayat :
حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنْ الْأَعْمَشِ، عَنْ
زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ، قَالَ عَبْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ، قَالَ: " إِنَّ
أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، ثُمَّ
يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ
يَبْعَثُ اللَّهُ مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، وَيُقَالُ لَهُ:
اكْتُبْ عَمَلَهُ وَرِزْقَهُ وَأَجَلَهُ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ، ثُمَّ يُنْفَخُ
فِيهِ الرُّوحُ فَإِنَّ الرَّجُلَ مِنْكُمْ لَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ
بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجَنَّةِ إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ كِتَابُهُ فَيَعْمَلُ
بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، وَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ
النَّارِ إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ
أَهْلِ الْجَنَّةِ "
Telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Ar-Rabii’ : Telah menceritakan kepada
kami Abul-Ahwash, dari Al-A’masy, dari Zaid bin Wahb : Telah berkata ‘Abdullah
: Telah menceritakan kepada kami Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan beliau adalah ash-shaadiqul-mashduuq,
bersabda : “Sesungguhnya
setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama empat puluh
hari, kemudian berubah menjadi setetes darah semisal itu (yaitu : selama empat
puluh hari), kemudian menjadi segumpal daging semisal itu (yaitu : selama empat
puluh hari). Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat dan dia diperintahkan
untuk menetapkan empat perkara. Dikatakan kepadanya : Tulislah amalnya, rizkinya, ajalnya, celaka atau
bahagianya. Kemudian ditiupkan padanya ruh. Sesungguhnya di antara kalian ada
melakukan satu amalan hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta.
Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli
neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan satu amalan hingga
jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan
baginya ketentuan, lalu dia melakukan perbuatan ahli surga” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 3207].
Keterangan
perawi:
a.
Al-Hasan bin Ar-Rabii’ bin Sulaimaan Al-Bajaliy Al-Qasriy, Abu ‘Aliy Al-Kuufiy
Al-Buuraaniy Al-Hashaar; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 220
H/221 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 238 no. 1251].
b.
Abul-Ahwash, ia adalah : Sallaam bin Saliim Al-Hanafiy, Abul-Ahwash Al-Kuufiy;
seorang yang tsiqah lagi mutqin, shaahibul-hadiits.
Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat tahun 179 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 425 no. 2718].
c.
Al-A’masy, telah lewat keterangan tentangnya.
d.
Zaid bin Wahb Al-Juhhaniy, Abu Sulaimaan Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi jaliil.
Termasuk thabaqah ke-2, dan wafat setelah tahun
80 H atau dikatakan tahun 96 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 356 no. 2172].
أَخْبَرَنَا
ابْنُ قُتَيْبَةَ، حَدَّثَنَا حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ،
أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ هُنَيْدَةَ
حَدَّثَهُ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَخْلُقَ
نَسَمَةً، قَالَ مَلَكُ الأَرْحَامِ مُعْرِضًا: يَا رَبِّ، أَذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى؟
فَيَقْضِي اللَّهُ أَمْرَهُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا رَبِّ، أَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ؟
فَيَقْضِي اللَّهُ أَمْرَهُ، ثُمَّ يَكْتُبُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مَا هُوَ لاقٍ
حَتَّى النَّكْبَةَ يُنْكَبُهَا "
Telah
mengkhabarkan kepada kami Ibnu Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami
Harmalah bin Yahyaa : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb : Telah
mengkhabarkan kepada kami Yuunus, dari Ibnu Syihaab : Bahwasannya ‘Abdurrahmaan
bin Hunaidah telah menceritakan kepadanya, bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Umar
berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila
Allah hendak menciptakan jiwa, malaikat arhaam berkata : ‘Wahai Rabb, apakah ia
laki-laki ataukah perempuan ?’. Maka Allah menetapkan keputusan-Nya. Malaikat
itu berkata kembali : ‘Wahai Rabb, apakah ia celakan ataukah bahagia ?’. Maka
Allah pun menetapkan keputusan-Nya. Kemudian malaikat tersebut menulis di
antara kedua mata jiwa tersebut apa saja yang akan ditemuinya hingga musibah
yang akan menimpanya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan 14/54 no.
6178; semua perawinya tsiqah kecuali Harmalah bin Yahyaa,
seorang yang shaduuq. Hanya saja ia
adalah salah seorang perawi yang paling mengetahui hadits Ibnu Wahab,
sebagaimana dikatakan Ibnu Ma’iin dan Al-‘Uqailiy, sehingga sanad riwayat ini
shahih].
Diriwayatkan
pula secara mauquf dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu
‘anhu dengan sanad
yang shahih.
Keterangan
perawi :
a.
Muhammad bin Al-Hasan bin Qutaibah bin Zabaan Al-‘Asqalaaniy Al-Lakhamiy;
seorang yang tsiqah sebagaimana dikatakan oleh
Ad-Daaruquthniy [Mishbaahul-Ariib,
3/103 no. 23094].
b.
Harmalah bin Yahyaa bin ‘Abdillah bin Harmalah bin ‘Imraan bin Quraad
At-Tajiibiy, Abul-Hafsh Al-Mishriy; seorang yang shaduuq.
Termasuk thabaqah ke-11,
lahir tahun 160 H, dan wafat tahun 243 H/244 H. Dipakai oleh Muslim,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 229 no. 1185].
c.
‘Abdullah bin Wahb bin Muslim Al-Qurasyiy Al-Fihriy, Abu Muhammad Al-Mishriy
Al-Faqiih; seorang yang tsiqah, haafidh, lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-9,
lahir tahun 125 H, dan wafat tahun 194 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 556 no. 3718].
d.
Ibnu Syihaab, telah lewat keterangan tentangnya.
e.
‘Abdurrahmaan bin Hunaidah, atau dikatakan : Ibnu Abi Hunaidah, Al-Qurasyiy
Al-‘Adawiy Al-Madaniy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-4, dam dipakai oleh Abu
Daawud dalam Al-Qadar [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 603 no. 4061].
Diriwayatkan
pula secara mauquf dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu
‘anhu dengan sanad
yang shahih.
Mengomentari
hadits-hadits di atas, Ibnu Rajab rahimahullah berkata :
وبكل
حال ، فهذه الكتابةُ التي تُكتب للجنين في بطن أمِّه غيرُ كتابة المقادير السابقة
لخلق الخلائقِ المذكورة في قوله تعالى : مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ
وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا
“Dan
kesimpulannya, penulisan malaikat bagi janin dalam perut ibunya bukanlah
penulisan takdir-takdir bagi penciptaan makhluk-makhluk terdahulu yang
disebutkan dalam firman-Nyata’ala : ‘Tiada suatu bencanapun yang
menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis
dalam kitab (Lauh Mahfudh) sebelum Kami menciptakannya’ (QS. Al-Hadiid : 22)” [Jami’ul-‘Ulum wal-Hikam,
hal. 147, tahqiq : Al-Fakhl].